Back to top

Hot Info

Pengguna Facebook banyak tidak sadar kena "Hack", begini cara mengeceknya

Hot Info

Lacak Keberadaan Smartphone Android dari Perangkat Lain

Web Development

Perbedaan Web Developer, Web Design dan Webmaster

IT & Technology

Review Ultrabook Asus Zenbook Prime UX31A

IT & Technology

Rendahnya gaji tenaga kerja IT di Indonesia

Lifestyle

Jalan-jalan ala Backpacker

Cara Mengukur ROI Digital Marketing



Salah satu alasan kenapa semua orang mengalihkan promosi pada saluran digital adalah karena seluruh aktivitas dapat di ukur. Mengukur ROI Digital Marketing merupakan salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program pemasaran anda melalui saluran digital.

ROI atau Return on Investment merupakan persentase pengembalian investasi dari aktivitas digital marketing. Secara sederhana ini dapat diartikan, misal anda mengeluarkan biaya digital marketing Rp. 10 milyar dalam 1 tahun,  dan laba kotor anda naik dari Rp. 100 milyar ke Rp. 125 milyar, ini artinya ada peningkatan Rp. 25 milyar dalam setahun.
Lantas, setelah dikurangi biaya digital marketing, maka angka yang di dapat adalah Rp. 15 milyar. Rp. 15 milyar ini kita bagi biaya digital marketing dalam 1 tahun tersebut yakni Rp. 10 milyar. Maka, kita akan mendapati ROI sebesar 150%.
Digital Marketing Adalah Investasi
Akhirnya, ROI membantu Anda dalam justifikasi investasi pemasaran. Di masa-masa sulit, perusahaan sering memangkas anggaran pemasaran mereka – ini merupakan langkah yang berbahaya karena pemasaran merupakan investasi untuk menghasilkan pendapatan.
Dengan berfokus pada ROI, Anda dapat membantu perusahaan menjauh dari gagasan bahwa pemasaran adalah biaya yang dapat dipotong saat masa sulit. Oleh karena itu, kami melihat di tahun 2018 nanti, akan lebih banyak perusahaan di Indonesia yang menghabiskan anggaran pemasaran pada digital marketing. Ini didorong oleh kesadaran transformasi digital yang semakin terlihat tantangan dan peluangnya pada masing-masing bisnis.
Dengan sebuah website dan saluran digital di sosial media, investasi digital marketing dapat lebih bertahan. Tidak seperti iklan di saluran offline seperti televisi, koran, majalah dan radio, merk produk anda hanya bertahan selama anda membayar. Dengan digital marketing, tentunya dari waktu ke waktu, aktivitas promosi anda akan lebih menguatkan posisi brand anda di pasar. Inilah sebabnya kenapa digital marketing diakui sebagai investasi oleh banyak perusahaan di seluruh dunia.
Rumus Sederhana Cara Mengukur ROI Digital Marketing
(Return – Investment) dibagi dengan Investment
Perhitungan ROI untuk kampanye pemasaran bisa rumit. Anda mungkin memiliki banyak variabel baik di sisi keuntungan maupun sisi investasi (biaya). Tapi memahami rumus itu penting jika Anda perlu menghasilkan yang terbaik dari investasi pemasaran Anda.
Ketahui Komponen Dalam Mengukur ROI Digital Marketing
Komponen untuk mengukur ROI digital marketing dapat berbeda untuk setiap perusahaan. Namun dengan perhitungan ROI yang solid, Anda dapat berfokus pada kampanye yang menghasilkan return terbesar.
Misalnya, jika satu kampanye menghasilkan ROI 15% dan 50% lainnya, di manakah Anda akan menginvestasikan anggaran pemasaran Anda nanti?
Untuk mengukur ROI digital marketing, bagian yang sulit adalah menentukan apa yang merupakan “pengembalian” Anda, dan apa investasi sejati Anda. Misalnya, pemasar yang berbeda mungkin mempertimbangkan hal berikut untuk mendapatkan pengembalian:
Total pendapatan yang dihasilkan untuk kampanye (atau kuitansi atau omset kotor, bergantung pada jenis dan lokasi perusahaan Anda, yang merupakan penjualan baris teratas yang dihasilkan dari kampanye)
Laba kotor, atau perkiraan laba kotor, yaitu pendapatan dikurangi biaya barang untuk menghasilkan / mengantarkan produk atau jasa. Banyak pemasar cukup menggunakan persentase COGS (katakanlah 30%) dan deduksi dari total pendapatan
Laba bersih, yaitu gross profit dikurangi biaya operasional, atau secara akuntansi lebih dikenal dengan Laba Sebelum Perpajakan
Di sisi investasi, mudah bagi pemasar untuk memasukkan biaya media sebagai investasi. Tapi berapa biaya lain yang harus Anda sertakan? Untuk menjalankan kampanye Anda, Anda mungkin memiliki:
Biaya kreatif
Biaya pencetakan
Biaya teknis (seperti platform email, pengkodean situs web, dan sebagainya)
Waktu manajemen
Biaya penjualan

Jika anda telah meng- outsource digital marketing maka elemen biaya tersebut sudah termasuk pada biaya digital marketing secara keseluruhan.
Teknik Pengukuran ROI Melaui KPI
KPI atau Key Performance Index merupakan metrik pengukuran kinerja digital marketing di masing-masing saluran digital. KPI ini untuk mengetahui sejauh mana progres kampanye digital marketing anda berjalan. Biasanya, KPI ini mencakup:
Sosial Media
• Jangkauan pemirsa
• Keterlibatan pemirsa
• Penambahan anggota
Website
• Jumlah pengunjung website
• Bounce rate di website
• Page views per visitor
• Rata-rata waktu kunjungan per pengguna
• Klik menuju halaman konversi
Proses tersebut bertujuan untuk mengukur efektivitas perilaku pemirsa pada corong digital marketing (inbound–funel). Kinerja di sosial media dan website akan bermuara pada satu tujuan, yakni konversi penjualan.
Berikut contoh pengukuran ROI secara sederhana, melalui 2 titik KPI.
Dengan mendapatkan metrik KPI, program digital marketing dapat di sesuaikan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan hasil yang optimal. KPI juga berguna untuk mengukur ROI digital marketing bagi para principal yang tidak menjual barang langsung ke pelanggan.
Studi Kasus, Bagaimana Sebuah KPI dapat Mengoptimalkan Program Digital Marketing
Sebuah perusahaan teknologi informasi di Jakarta, Indonesia, memiliki metrik KPI untuk alur corong pada proses inbound. Tujuan di set pada halaman ‘contact-us‘ yang mana menjadi sebuah ‘leads‘ atau prospek bisnis.
Pada metrik yang dihasilkan Google Analytics, ternyata diketahui bahwa prospek yang dihasilkan memiliki alur sebagai berikut :
Pengunjung website berasal dari ‘earned-media‘ dengan konten seputar digitalisasi perbankan
Selanjutnya, pengunjung tersebut melihat halaman ‘About Us’, untuk mengetauhi lebih lanjut. Setelah itu, sebagian mereka melihat halaman ‘Our Client’ untuk mendapatkan keyakinan
Akhirnya, barulah mereka mengunjung halaman ‘Contact-us’ untuk menjelaskan kebutuhan mereka.

Dari hasil metrik KPI tersebut, proses digital marketing selanjutnya dapat lebih diarahkan pada pembuatan konten seputar Fintech, e-Commerce, dan Perbankan Digital. Kemudian, halaman About Us dan Our Client lebih di mutakhirkan, baik ditambah dengan testimoni dan rekomendasi dari pelanggan, maupun tombol-tombol “Call-to-Action”.
ROI digital marketing bagi para principal atau pabrikan dapat diukur dari metrik KPI seperti yang dijelaskan diatas.
Selain itu, jika memang penjualan dilakukan oleh distributor mereka, kunjungan ke halaman daftar distributor dapat dijadikan sebagai “Goal” atau Konversi, dan dari sini ROI dapat ditentukan dengan menempatkan nilai pada tiap kunjungan halaman. Nilai tersebut dapat diambil dari rata-rata konversi pada penjualan di periode yang lalu. 
Pada akhirnya, dengan metrik KPI yang jelas, kita dapat meningkatkan ROI digital marketing dan team pemasaran dapat lebih mempertanggung-jawabkan anggaran pemasaran mereka ke CEO dan CFO. Ini juga merupakan salah satu alasan kenapa digital marketing lebih efektif untuk branding maupun untuk penjualan online.
Semoga artikel ini dapat membantu para praktisi pemasaran di seluruh Indonesia. Tanpa KPI dan ROI, perusahaan anda sedang bertaruh dalam pemborosan biaya. Sebesar apapun biaya promosi perusahaan anda, setiap rupiah yang dikeluarkan harus memiliki dampak.

Sumber: https://revelationasia.com/cara-mengukur-roi-digital-marketing/

Perilaku suka berbelanja dan hidup boros disebut perilaku konsumtif



"Perilaku konsumtif merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan konsumsi tiada batas, membeli sesuatu yang berlebihan atau secara tidak terencana. Pada banyak kasus, perilaku konsumtif ini tidak berdasarkan pada kebutuhan, tetapi didorong oleh hasrat dan keinginan" 

Sikap / perilaku suka berbelanja dan hidup boros disebut perilaku konsumtif. Kata konsumtif berasal dari kata konsumsi, dimana kata konsumsi berasal dari bahasa Belanda yaitu ‘consumptie’, yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen.

Pengertian konsumtif adalah bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri). Konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Sedangkan paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok yang menjalankan perilaku konsumtif / proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan boros atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan disebut konsumerisme. Perilaku suka berbelanja dan budaya hidup boros sebagai salah satu contoh sikap konsumtif tersebut akan menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan.

Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
Berikut ini adalah contoh - contoh perilaku konsumtif:
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik.
 3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat ataukegunaannya).
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).  

Penyebab Perilaku Konsumerisme Perilaku konsumtif adalah perilaku yang mencerminkan hidup “serba instan”  atau tidak mau menempuh proses. Perilaku konsumtif  juga  sering dilawankan dengan perilaku produktif. Bahkan, konsumtif cenderung mengarah pada gaya hidup glamor, boros, dan lain sebagainya. Perilaku konsumtif lazim dialami pada masa-masa remaja. Remaja sangat senang dengan perilaku yang mengarah ke arah konsumtif dan hedonis (kesenangan / kenikmatan).
Mereka senang mengeluarkan uang demi membeli barang-barang yang mereka sukai.
Faktor – faktor penyebab perilaku konsumtif:
1.    Keluarga Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor penyebab perilaku konsumtif bisa berasal dari keluarga. Sebagai contoh adalah seorang ibu yang sering memakai barang - barang mahal. Hal ini bisa berdampak pada sang anak sebagai seorang manusia yang mempunyai perilaku yang tidak mungkin bisa lepas, yaitu mengimitasi (meniru). Jadi, jika seorang anak melihat ibunya memakai perhiasan, mobil pribadi, telepon genggam, atau barang mahal lainnya, anak biasanya juga ingin memilikinya. Maka dari itu, jika orang tua menuruti permintaan anak, maka secara tidak sengaja orang tua telah membangun sikap konsumtif kepada si anak. Akan tetapi, jika orang tua menjelaskan mengapa dia membeli perlengkapan tersebut, maka kemungkinan anak menjadi konsumtif lebih kecil, tapi tidak dipungkiri juga bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh kepada si anak.
2.    Faktor Lingkungan Kadang kala, walaupun orang tua sudah mengajarkan kepada si anak bahwa perilaku konsumtif yang berlebihan itu tidak baik, tapi bisa saja faktor lingkungan membuat dia akhirnya memiliki perilaku konsumtif. Misalnya, menipu orang tua untuk mendapatkan uang jajan lebih agar bisa membeli baju yang serupa dengan teman-teman yang lain atau bisa juga menipu dengan mengatakan bahwa harus membeli perlengkapan sekolah agar bisa membeli barang yang diinginkan.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/2106268#readmore